Kamis, 24 November 2011

Tanggung Jawab Sebagai Pengguna

Tanggung jawab yang pertama sebagai pengguna peranti lunak adalah membeli hanya program asli untuk digunakan. Peranti lunak hanya dapat digunakan sesuai dengan yang tertera di dalam perjanjian lisensi yang menyertainya. Pembeli harus memastikan bahwa pemilik hak cipta telah mengotorisasi setiap salina (kopi) yang digunakan di tiap komputer, dan perjanjian lisensi adalah panduan anda mengenai penggunaan yang bagaimana yang diperbolehkan.
Secara umum, membeli sebuah paket perantii lunak untuk dimasukkan ke dalam lebih dari satu komputer adalah ilegal, demikian pula halnya dengan reproduksi salinan tambahan untuk distribusi dengan alasan apapun tanpa sepengetahuan penerbit peranti lunak. Pengguna harus membaca dan memahami persyaratan dalam perjanjian lisensi. Jika pengguna memalsukan atau mengkopi peranti lunak, maka sebagai tambahan kepada risiko hukum di atas, pengguna juga menghadapi risiko bisnis lainnya, termasuk terbukanya jalan masuk bagi virus, kerusakan harddisk dan cacatnya peranti lunak.

Pembajakan

Dewasa ini, perilaku pembajakan marak terjadi di seluruh dunia. Sebagaimana yang terjadi di Asia Pasifik dari jumlah perangkat lunak yang beredar 53% diantaranya adalah bajakan dan menimbulkan kerugian sebesar $7,5 milyar, sedangkan di Indonesia dari jumlah perangkat lunak yang beredar 85% diantaranya adalah bajakan dan menimbulkan kerugian sebesar $544 juta (Naradhipa, 2010). Hal tersebut membuat industri kreatif di Indonesia semakin menurun karena terbiasa akan pemakaian barang bajakan dan cenderung malasa untuk menciptakan sesuatu yang baru dan kreatif. Perilaku pembajakan yang marak terjadi disebabkan oleh lemahnya metode proteksi yang digunakan dan hukum yang berlaku.

Komitmen Pemerintah Terhadap Penegakan Hukum

UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 memberikan hukuman berat bagi pelanggaran Hak Cipta. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual berkomitmen kuat terhadap perbaikan image Indonesia di mata Internasional dengan memberikan perlindungan HKI yang lebih baik bagi para pemegang hak cipta dan dalam waktu dekat ini akan menandatangani MOU (Memo Kesepakatan) anatara lain dengan POLRI, Jaksa Agung dan Kantor Bea Cukai-Departemen Keuangan untuk memberikan penegakan hukum yang lebih baik mulai Juli 2003 ketika UU baru tersebut diimplemntasikan. Saat ini, sebanyak 150 Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang HKI dari Dirjen HKI dan Kantor Daerah Departemen Kehakiman dan HAM di setiap propinsi di Indonesia sedang menjalani pelatihan persiapan dan akan bekerja sama dengan POLRI untuk melakukan pembersihan tempat-tempat di mana terdapat pelanggaran UU Hak Cipta dan menyita benda-benda yang berhubungan dengan pelanggaran tersebut. (Anonim, 2010)

Business Software Alliance di Asia

Dibentuk tahun 1988, Business Software Alliance (BSA) mewakili industri peranti lunak dalam usaha-usaha memberantas pengkopian, penjualan dan distribusi peranti lunak komputer tidak sah di seluruh penjuru dunia. Hal ini dicapai melalui inisiatif-inisiatif pendidikan dan jalur hukum.
BSA percaya bahwa HKI yang tidak ditangani dengan baik akan menghalangi pertumbuhan ekonomi dan menekan perkembangan usaha industri-industri baru. Bekerjasam dengan pemerintah dan para agen penegak hukum, BSA menempuh tindakan hukum menghadapi perusahaan-perusahaan yang dicurigai menggunakan dan mengkopi peranti lunak tanpa hak. Untuk membantu perusahaan membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan akuisisi dan manajemen peranti lunak, BSA menerbitkan serangkaian panduan dan buklet dalam Bahasa Inggris dan tersedia gratis untuk masyarakat umum.

Kode Etik Teknologi Informasi di Perguruan Tinggi

Perkembangan zaman telah mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk menyediakan fasilitas teknologi informasi sebagai sumber daya bagi-pakai (sharing) yang dimaksudkan untuk mendukung dan menyediakan fasilitas pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, dan semua fungsi administratif Universitas. Pada umumnya, seluruh sivitas akademika, karyawan, dan tamu memiliki kebebasan dalam mengakses sumber daya ini untuk dipergunakan sebaik-baiknya dan sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Kegunaan fasilitas-fasilitas teknologi informasi sangat tergantung pada integritas para penggunannya, dalam hal ini orang-orang yang berada di lingkungan perguruan tinggi. Seluruh aktivitas menyangkut teknologi informasi yang berada dan menggunakan fasilitas universitas sudah seharusnya tidak bertentangan dengan peraturan mengenai teknologi informasi yang dikeluarkan baik oleh negara maupun universitas. Selain itu yang perlu diperhatikan mengenai akses teknologi informasi yang tidak boleh melanggar lisensi, hak cipta, dan kontrak. Hal tersebut berkaitan erat dengan plagiat yang seringkali secara tidak sadar dilakukan oleh para sivitas akademika. Misalnya menyadur suatu pernyataan orang lain tanpa mencantumkan sumber atau nama orang yang mengeluarkan pernyataan tersebut,hal tersebut secara tidak langsung dapat digolongkan sebagi tindakan plagiat. Demikian pula dengan pelanggaran hak cipta yang dilakukan mahasiswa seperti menfotokopi suatu buku karangan orang lain.

Sarbanes Oxley dan Undang-undang Keuangan di Indonesia


Keandalan dan ketepatan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan merupakan hal yang penting untuk mendapatkan kepercayaan dari investor. Di Indonesia dan di Negara maju tingkat keandalan dan ketepatan laporan keuangan masih belum seperti yang diharapkan. Kongres Amerika bereaksi dengan mengeluarkan suatu undangundang (Act) yang disebut SarbanesOxley Act. Act ini diharapkan akan meningkatkan ketepatan (accuracy) dan keandalan (reliability) dari laporan keuangan.
Isi Pokok dari SarbanesOxley act
1.   Peningkatan transparansi dari pengelolaan manajemen sebagai agen yang diserahi wewenang oleh pemegang saham.
2.   Peningkatan tanggung jawab manajemen sebagai pemilik dari sistem Internal Control (IC) untuk mengupayakan perbaikan terus menerus terhadap IC yang ada di perusahaan dengan memaksa direksi membuat pernyataan atas kondisi IC pada saat menyerahkan laporan keuangan
3.   Penurunan resiko kecurangan yang dilakukan oleh direksi
4.   Memaksa auditor untuk melakukan atestasi atas pernyataan kondisi IC yang dibuat oleh direksi, dan dengan demikian mendorong auditor agar lebih serius dan cermat dalam melihat sistem IC yang diterapkan di perusahaan dan lebih serius lagi memeriksa ada tidaknya kecurangan yang dilakukan manajemen.
5.   Menjaga independensi auditor dan Kantor Akuntan Publik.

Walaupun kondisi pasar modal di Indonesia belum semaju AS, namun prinsip-prinsip dasar SOX seperti peningkatan transparansi, tanggung jawab manajemen, dan lain-lain sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia.
Pada saat ini Indonesia sendiri belum memiliki Undang-undang yang mengatur sistem audit suatu perusahaan sebaik SOX, namun beberapa undang-undang atau peraturan yang dikeluarkan lembaga resmi tertentu, memiliki kesamaan dengan SOX. Undang-undang danperaturan tersebut antara lain:
1.   Pernyataan Standar Audit (PSA) no 62 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), pernyataan ini berisi mengenai syarat agar kantor Akuntan Publik yang sedang memeriksa laporan keuangan badan milik negara atau badan yang menerima bantuan keuangan dari negara untuk memeriksa kondisi kontrol internal.
2.   Bagi industri perbankan, Bank Indonesia  menetapkan peraturan yang mengharuskan direksi bank untuk membuat pernyataan mengenai kondisi kontrol internalnya dan tingkat kepatuhan.
3.   Badan Pengelola Pasar Modal telah mengeluarkan peraturan Bapepam no:VIII.G.1, pada  Des. 2003 mengenai tanggung jawab direksi terhadap laporan keuangan. Tanggung jawab tersebut dilakukan  dengan cara menandatangani suatu pernyataan bahwa direksi bertanggung jawab terhadap kontrol internal perusahaan. Perbedaannya dengan versi SOX adalah bahwa dalam SOX direksi juga diminta untuk membuat penilaian terhadap kondisi kontrol internal diperusahaannya.

Kamis, 17 November 2011

Moral, Etika, dan Hukum

Menurut McLeod (2007), moral, etika dan hukum dapat diartikan sebagai berikut.
  • Moral adalah tradisi kepercayaan mengenai perilaku yang benar dan yang salah. Moral adalah institusi sosial dengan sejarah dan seperangkat aturan. 
  • Etika adalah sekumpulan kepercayaan, standar, atau teladan yang mengarahkan, yang merasuk ke dalam seseorang atau masyarakat. Berbeda dengan moral, etika bisa jadi amat bervariasi dari satu komunitas dengan yang lain. 
  • Hukum adalah peraturan perilaku formal yang diterapkan oleh otoritas yang berwenang seperti pemerintah, terhadap subjek, atau warga negara.
Penggunaan komputer di dunia bisnis diarahkan oleh nilai moral dan etis manajer, spesialis informasi dan pengguna, serta hukum yang berlaku. Hukum adalah yang termudah untuk diinterpretasikan karena bersifat tertulis. Tetapi etika tidak terdefinisi secara tepat dan biasanya tidak disetujui oleh semua anggota masyarakat.

Dalam penggunaan teknologi informasi saat ini khususnya komputer, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu tidak hanya kemampuan dalam menjalankan program-program komputer atau cara  medesain seluruh sistem dalam komputer, tetapi moral dan etika harus dimiliki oleh setiap orang yang menggunakan komputer. Apalagi kaitan dalam dunia internet yang sekarang sudah semakin “mendunia”. Sebab semua hal dalam internet baik itu musik, gambar, data informasi, berita, semuanya itu baik langsung atau pun tidak langsung merupakan hasil karya cipta (kekayaan intelektual) dari seseorang, sekelompok orang, maupun lembaga yang dilindungi oleh Undang-Undang.

Beberapa perbuatan yang dapat mencerminkan penghargaan terhadap hasil karya orang lain:
  1. Selalu menggunakan perangkat lunak yang resmi, asli, dan mempunyai izin dari perusahaan yang mengeluarkan perangkat lunak tersebut.
  2. Menghindari penggunaan perangkat lunak bajakan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kualitas dan keasliaannya.
  3. Tidak turut serta dalam tindakan membajak, menyalin, mengkopi, maupun menggandakan perangkat lunak atau program komputer tanpa seizin dari perusahaan yang menerbitkan perangkat tersebut.
  4. Menghindari penyalahgunaan perangkat lunak dalam bentuk apapun yang bersifat negatif dan merugikan orang lain.
  5. Tidak melakukan tindakan pengubahan, pengurangan, maupun penambahan hasil ciptaan suatu perangkat lunak.

Daftar Pustaka
McLeod, R. dan George P.S. (2007) Sistem Informasi Manajemen Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat.